Skip navigation

Monthly Archives: August 2013

Ada dua pesan dari mantanku, yang perlu kucatat hari ini. Pesan-pesan tersebut berhubungan dengan pencarian jodohku. Nasihatnya betul-betul menarik.

Mantan
***

Pesan pertama: Carilah wanita yang cantik dan pintar

Pesan dari mantanku yang ini kusetujui. Nampaknya mantanku tahu kalau aku suka wanita yang cantik. Aku suka melihat-lihat perempuan yang menarik secara optis, jadinya kalau lagi jalan bareng dengan mantanku dulu, aku menjadi korban cubitan. Mencubit itu pertanda minta dipeluk.

Aku senang dengan “intellectual challenge”. Aku suka berdiskusi dengan seorang pacar yang bisa memberiku tantangan intelektual. Aku suka dengan wanita yang banyak baca buku dan nonton film, serta mengerti beberapa pandangan dunia (Weltanschauung). Aku tertarik dengan perempuan yang mampu membahasakan renungan terdalamnya ke dalam kata-kata yang terucap atau tertulis.

Berikut ini pesan Whatsapp dari mantanku tentang mencari wanita yang cantik dan pintar.

Mantanku bertanya mengenai kehidupan cintaku

Mantanku berpesan …

Ternyata ada bonus pesan, selain cantik dan pintar. Mantanku bilang agar aku mencari pacar dari Amerika Latin. Setelah kupikir dan kurasa, aku memang suka gairah Amerika Latin. Dalam tawa dan tarian, memang temperamen Amerika Latin cocok buatku. Tapi aku tetap merasa absurd dengan pesan mantanku di bawah ini.

Carilah yang cantik dan pintar.

Selain menulis tentang Shakira, mantanku pun memberiku foto Thalia yang kutaruh di atas. Kenapa Amerika Latin, yah? Kenapa Shakira? Kenapa Thalia?

Sepertinya mantanku tahu seperti apa gairahku dalam bercinta. Jadinya ia pun mengatakan kalau aku cocok dengan cewek Amerika Latin.

***

Pesan kedua: Jangan ganti kelamin

Pesan dari mantanku yang ini juga aku setujui. Walau absurd, tapi kusetujui. Nampaknya mantanku merasa bahwa sebagai pria aku akan lebih bergairah, daripada menjadi transseksual. Kupikir

Berikut pesan Whatsapp dari mantanku agar aku tidak mengganti kelaminku.

Ganti kerjaan lebih baik daripada ganti kelamin

Mantanku menciumku karena aku tidak berganti kelamin

Ah, betapa absurdnya mengobrol dengan mantanku. Mungkin dulu kami cocok karena sama-sama absurd.

***

Seperti pesan Ustad Cinta dari Radio OZ Bandung “Mohon move on lahir dan batin!”

Bremen, 31 Agustus 2013

iscab.saptocondro

via Cinta Sapto Condro http://cintascondro.blogspot.com/2013/08/pesan-dari-mantan.html

Pada suatu hari, burung kuntul berkicau di Republik Kelamin. Ia berkicau tentang suatu test keperawanan. Karena burung kuntul merasa hal-hal kelamin lebih penting daripada kasus korupsi migas hasil ngecrot dari dalam bumi. Hal-hal kelamin ini juga lebih penting daripada mata uang Republik yang nilainya menurun bila dibandingkan dollar (dan mata uang Eropa).

Di Republik ini, Kelamin über Alles, seperti ramalan The PanasDalam. Selain meramal band ini juga bercerita tentang Cita-cita Republik Kelamin, dengan semboyan “Di mana ada kemauan, di situ ada jalan. Di mana ada kemaluan, di sana banyak persoalan“.

OK, semboyan The PanasDalam sesungguhnya adalah “Argumentum in absurdum”. Jadi Republik Kelamin ini betul-betul se-absurd tulisan ini. Dalam jurnalisme, kita kenal 5W+1H (what, where, when, who, why, how). Apa itu perawan? Apa itu test keperawanan? Di mana dan kapan perawan? Siapa perawan? Mengapa test keperawanan? Bagaimana test keperawanan? Akankah pertanyaan tersebut dijawab dengan absurd, mari baca posting ini lebih lanjut.

***

Artikel KOMPAS menyebutkan test keperawanan untuk masuk sekolah perlu dijadikan undang-undang oleh Zainal Alim, Sekretaris MUI Pamekasan.

Zainal mencari perawan

Jadi menurut Zainal, perlu ada sekolah untuk perawan dan sekolah lain untuk bukan perawan. Jadi perlu ada diskriminasi hak memperoleh pendidikan antara yang perawan dan yang bukan. Hal ini sebetulnya melanggar Pancasila sila ke-3 dan ke-5, UUD pasal  31 ayat 1, serta UU Sistem Pendidikan Nasional 2003.

Zainal juga mengasumsikan bahwa ada ahli keperawanan. Aku menduga Zainal dulu pernah masuk kuliah kedokteran, lalu mengambil spesialisasi di bidang kandungan, sistem reproduksi, ginekologi, dan semiripnya. Sehingga ia tahu bahwa dalam kedokteran, ada ahli keperawanan. Ia mengasumsikan bahwa ahli keperawanan tahu perbedaan antara deformasi selaput dara setelah mengalami hubungan seks, setelah kecelakaan, dan setelah olahraga.

***

Menurut Ayu Utami di Deutsche Welle, test keperawanan itu penghinaan martabat manusia.

Standar selaput dara yang perawan

Menurut Ayu Utami, test keperawanan berdasarkan selaput dara itu absurd. Secara teknis, harus ada standar selaput dara yang universal untuk menentukan bentuk ini perawan dan bentuk itu bukan. Aku jadi teringat era fasisme Hitler tahun 1930-an hingga 1940-an, ada suatu standar yang ini Jerman dan yang itu bukan, yang ini Yahudi dan yang itu bukan. Yang Jerman asli dapat akses pendidikan lebih dari yang bukan. Yang bukan Jerman asli, kadang dihabisi. Yang Yahudi juga dihabisi. Standar selaput dara menimbulkan fasisme perawan.

Selain itu, selaput dara bisa dioperasi pemudaan. Jadi wanita yang sudah berkali-kali berhubungan seks dengan banyak pria maupun berbagai mainan, bisa kembali memiliki selaput dara baru. Dengan asumsi perawan itu mereka yang memiliki selaput dara indah sesuai standar, wanita seperti ini bisa kembali “perawan”. Aku pun ingin bertanya kepada Dewi Persik, gimana caranya operasi ini dan ingin melihat dengan mata sendiri bagaimana hasilnya.

***

Di Jurnal Perempuan, Mariana Aminudin berpendapat bahwa tes keperawanan itu kebodohan yang mempermalukan perempuan. Pada artikel tersebut, test keperawanan dilakukan dengan cara memasukkan dua jari ke dalam vagina perempuan. Aturannya cuma satu “Kalau jari saya mentok berarti masih perawan”.

Mitos selaput dara

Jika standar test keperawanan itu berdasarkan mitos, sekolah menjadi tidak lagi mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai amanat UUD 1945. Metode colok 2 jari ini, juga bisa saja bersifat traumatis bagi perempuan. Siswi yang masih remaja harus deg-degan berbaris menuju suatu ruangan. Ia dipaksa oleh negara untuk mengangkang kemudian alat pribadinya dilihat orang asing, dipegang, dan dibuka dengan jari. Saat itu, vaginanya bukan miliknya lagi. Vaginanya dipegang dan ditusuk dengan jari dengan paksaan negara.

Sesungguhnya wanita yang diperkosa itu terjadi ketika tubuhnya direnggut paksa bukan atas kehendaknya sendiri. Dalam pemerkosaan, wanita kehilangan kontrol atas tubuhnya. Tubuhnya menjadi milik pemerkosanya. Dalam test keperawanan oleh negara, wanita pun merasakan kehilangan yang sama atas alat genitalnya. Tubuh jadi milik negara. Negara berhak mengobok-obok vaginanya tanpa peduli apa yang diinginkan perempuan yang memiliki vagina.

Test keperawanan jadi aturan hukum?

***

Adakah test keperawanan yang tidak perlu mengobok-obok vagina?

Seperti yang diceritakan Om Anton, dulu ada test keperawanan menurut Soekarno. Test ini berhubungan dengan simetri pentil payudara.

Test keperawanan seperti di atas juga sebetulnya mitos. Penjelasan rasionalnya, pentil yang di bawah garis mungkin terjadi karena wanita tersebut telah mengalami fase hamil dan kemudian menyusui. Biasanya wanita hamil itu tidak perawan, di zaman Soekarno. Zaman sekarang, ada inseminasi buatan, jadinya wanita bisa saja hamil tanpa berhubungan seks. Metode Soekarno tersebut juga gagal diterapkan di masa kini, karena penemuan push-up bra.

Pesanku tentang push-up bra adalah “Wanita yang percaya diri adalah wanita yang menonjolkan kelebihannya, bukan melebihkan tonjolannya.”

***

Bukan hanya Soekarno yang mencoba membuat teori keperawanan tanpa mengobok-obok vagina. Males Banget dot com juga mencoba membuat test keperawanan berdasarkan kuis. Menurut Test Keperawanan MDBC ini, tidak bisa kuketahui apakah aku perawan atau tidak. Semoga hasil test ini tidak ada hubungannya dengan bencana toilet yang kualami waktu itu.

***

Kupikir-pikir isu keperawanan di Republik Kelamin ini hanyalah suatu bentuk “escape from reality” alias pengalihan isu dari kenyataan adanya kasus korupsi Migas yang mungkin melibatkan partai penguasa dan adanya penurunan nilai mata uang yang menunjukkan gejala awal krisis ekonomi.

***
Mari kita dendangkan kicauan absurd Republik Kelamin. 

Tiada yang lebih logis daripada sarkasme.

***

Di mana ada kemauan, di situ ada jalan.
Di mana ada kemaluan, di sana banyak persoalan.

***

Bremen, 23 Agustus 2013

iscab.saptocondro

Disclaimer:
Tulisan “Republik Kelamin Mencari Perawan” ini tidak memiliki hubungan dengan acara “Indonesia Mencari Bakat”

via iscablog http://iscab.blogspot.com/2013/08/kicauan-republik-kelamin-mencari-perawan.html

Hari ini, aku mengalami bencana di toilet. Berbeda dengan ketika di Nürnberg, Bayern dulu, ketika aku harus menangani alat guyur (flush) yang jebol di hari pertama aku tinggal. Selain itu, pipa pembuangan yang didesain tidak benar mengakibatkan aku tidak boleh membuang banyak sesuatu ke toilet. Aku harus membuang sedikit sesuatu, lalu guyur, lalu sedikit lagi sesuatu, lalu guyur. Sesuatu itu termasuk juga toilet paper, bukan hanya tahi. Jadinya boros air, sih. Tapi demi kelancaran mengguyur, mau tak mau harus begitu.

Kali ini, di Bremen, toiletku lebih menyenangkan. Desain pipa pembuangan benar, jadi aliran air lancar. Sayangnya dudukan toilet tidak terpasang dengan benar. Untuk orang dengan berat badan ekstra seperti diriku, dudukannya sering goyah. Jadinya aku harus duduk dengan hati-hati supaya tidak tiba-tiba miring. Kemiringannya masih dalam tahap tidak mengganggu kelancaran bidikan antara lubang toilet dengan lubang lainnya pada manusia. Tapi kalau tiba-tiba miring, efeknya bisa mengagetkan.

Ternyata hari ini, bukan hanya efek yang mengagetkan, melainkan membencanakan. Ketika aku sedang bersih diri, tiba-tiba gubrakkk. Dudukan toilet mendadak miring ke kiri. Bukan hanya kaget, ada hal lain yang bikin repot. Kerepotan ini terjadi karena tissue atau toilet paper untuk bersih diri tiba-tiba masuk ke lubang anusku. Aku pun kebingungan memikirkan bagaimana mengeluarkan tissue dari anus. Kucoba mengeden, ternyata susah. Mau tidak mau, tissue harus kutarik dari lubang anus. Akhirnya bisa kukeluarkan dengan sempurna.

Bencana toilet hari ini mengingatkanku akan indahnya Indonesia. Di sana, aku tak perlu kertas untuk bersih diri. Aku cukup menggunakan sabun dan air. Aku tak perlu kena musibah tissue masuk ke dalam lubang anus. Musibah hari ini, membuatku merasa bahwa aku disodomi secara nista oleh kertas toilet setelah dijebak oleh dudukan toilet. Hari ini, akibat musibah ini, suara kentutku tidak berbunyi “tut… tut… tut…”, tetapi “hah… hah… hah…”.

Hari ini, aku harus belajar banyak untuk lebih berhati-hati dengan dudukan toilet. Aku pun menulis di blog ini karena kalau diceritakan secara lisan, aku merasa diriku sungguh nista dan tidak dipercaya di hadapan kawan-kawanku.

Bremen, 13 Agustus 2013

iscab.saptocondro

P.S. “Bersih diri” artinya cebok

via Bremen Bermentari http://iscabremen.blogspot.com/2013/08/bencana-toilet.html

Hari ini aku tidak mau berbicara mengenai pembantu di Indonesia yang pada mudik di Indonesia. Aku juga tidak mau berbicara mengenai orang-orang yang merasa dirinya bekerja rodi karena ditinggal mudik oleh para pembantu mereka. Aku teringat kata Immanuel Kant, “Perbuatlah kepada orang lain, sebagaimana kamu ingin mereka perbuat padamu”, yang mengutip Injil Matius 7:12 dan Lukas 6:31. Yang merasakan kerja rodi karena kehilangan pembantu, adalah orang yang memaksa pembantunya bekerja rodi untuk mereka.

Aku ingin berbicara mengenai seminggu yang lalu. Aku bangun pagi dengan keinginan membantu orang. Tidak tahu kenapa. Mungkin ini karena aku memiliki naluri pembantu. Mungkin ini karena terinspirasi film Pay it Forward/Das Glücksprinzip (wiki:de,en/imdb). Mungkin juga ini suatu gangguan psikologis bernama sindrom mesias (Messiah Complex). Yang jelas, aku terbangun pagi hari dengan suatu keinginan membantu orang untuk berbahagia.

Aku merasa bahwa membahagiakan orang lain mungkin menjadi kunci untuk membahagiakan diriku. Jadinya aku berkeinginan untuk membantu orang untuk berbahagia. Minggu lalu, aku tak tahu ingin membantu siapa. Lebih tepatnya siapa duluan yang perlu kubantu.

Ada teman-temanku yang memiliki sorot mata kesepian dan sepertinya jiwanya lelah. Namun mereka menyembunyikan semuanya dalam obrolan tak penting atau status Facebook dan Twitter yang sok religius. Mungkin status religius tersebut membantu mengalihkan perhatian dari kegalauan dan dari jiwa yang tak tenang. Tetapi tetap saja, kalau ketemu mereka atau kalau melihat foto di Facebook, sorot mata letih dan kesepian selalu terpancar. Jadi kata-kata mereka seakan hanya topeng.

Aku berpikir bagaimana membantu orang untuk berbahagia. Kalau aku mencoba mengajak ngobrol, nanti aku dituduh PHP (Pemberi Harapan Palsu). Tapi membantu orang lain harus selalu dimulai dengan membuka jalur komunikasi. Kupikir-pikir aku masih perlu belajar banyak untuk menjadi pembantu, eh, maksudnya membantu orang untuk berbahagia.

Minggu lalu, aku mencoba merenungkan Dharmaku ini, yaitu membahagiakan orang lain. Aku berefleksi dengan mengendarai sepeda. Angin di sepanjang Sungai Weser mengalun merdu membuat seluruh rambut di kulitku ikut menari. Aku merenung dalam setiap kayuhan kakiku di pedal sepeda. Banyak sekali pertanyaan mengenai siapa yang harus kubahagiakan, bagaimana cara membahagiakan, kapan dan di mana bisa berbahagia, dll.

Dalam perjalanan bersepedaku, sampailah aku ke tempat reparasi sepeda. Aku ingin membenarkan sumbu pedalku. Aku bertanya mengenai kunci untuk membetulkan pedal. Orangnya segera memutar baut penting supaya pedal kencang pada tempatnya. Seusainya, aku bertanya berapa harganya. Dia jawab layanan tersebut gratis. Aku senang sekali dan berterimakasih padanya. Kali ini aku dibantu orang ini untuk berbahagia.

Kemudian aku melanjutkan pergi ke tempat lain. Ada suatu undangan mendadak makan gratis. Aku pun berterima kasih karena undangan ini. Keluarga yang mengundangku ini selalu membantuku untuk berbahagia.

Dalam perjalananku ke undangan tersebut, terjadilah fenomena Black Monday. Ban belakang sepedaku tiba-tiba miring. Akupun harus berhenti di suatu perempatan. Aku mencoba membenarkan sepedaku. Tiba-tiba ada orang bergigi ompong dengan aroma alkohol pada mulutnya yang menghentikan sepedanya. Ia pun bertanya apakah aku butuh perangkat (obeng, kunci, dll). Aku mengiyakan. Aku terheran-heran mengapa dia memiliki toolbox lengkap. Lalu dia membantuku membenarkan ban belakang. Dia bertanya apakah sepedaku baru. Kuiyakan lagi. Dia berkata bahwa sepeda baru sering memiliki masalah dengan sekrup yang kendor. Jadi semua sekrup dan sendi harus dikencangkan. Ia pun membantuku mengencangkan poros ban belakang. Aku bertanya kenapa dia memiliki toolkit lengkap. Dia menunjukkan kartu identitasnya. Ternyata dia bekerja membetulkan sepeda. Lalu ia pun segera pergi dengan sepedanya. Orang ini membantuku untuk berbahagia di hari Senin minggu lalu.

Ternyata keinginanku untuk membuat orang bahagia pada hari tersebut tidak tercapai sebagaimana yang kubayangkan. Aku malah dibahagiakan oleh orang lain secara acak. Sepulang dari undangan makan gratis, aku merenungkan kembali bahwa aku harus membantu orang menemukan kebahagiaan mereka. Aku harus membantu orang secara acak.

Banyak sekali cara membantu orang secara acak (random act of kindness). Contohnya, aku bisa berhenti bersepeda dan membantu orang berfoto-foto di jembatan di atas Sungai Weser dengan memegang kamera. Membantu nenek-nenek membukakan pintu trem atau bus. Selama ini, aku membantu orang menginap gratis di tempatku, baik dengan skema Couchsurfing maupun dengan skema Kawan PPI. Sebetulnya aku ingin membantu orang yang kesepian karena aku dulu pernah merasakan kesepian, hingga harus mengobrol dengan jeruk. Tapi niatku yang ini belum kesampaian.

Oh, ya, ini lagu soundtrack film “Pay it Forward”, yang berjudul “Calling All Angels” dari Jane Siberry. Semoga lagu ini bisa semakin menambah semangat orang-orang yang ingin membantu sesamanya untuk berbahagia.

Bremen, 5 Agustus 2013

iscab.saptocondro

via Bremen Berbahagia http://iscabremen.blogspot.com/2013/08/pembantu-yang-berbahagia.html