Skip navigation

Tag Archives: weihnachten

Memberi ucapan selamat itu sebetulnya hal yang sederhana. Ia hanya suatu bentuk pemberian seseorang kepada yang lain untuk menjalin komunikasi dan silaturahmi. Juga bisa berarti turut berbahagia dengan seseorang yang diberi ucapan selamat. Orang biasanya dapat ucapan selamat kalau ia berulangtahun, menikah, punya anak, sukses melewati suatu proses, atau merayakan suatu hari keagamaan. Asumsi yang dipakai adalah ada orang yang sedang berbahagia, makanya ia layak mendapat ucapan selamat. Makanya dalam bahasa Eropa, ucapan selamat menggunakan kata “happy”, “merry”, “feliz”, “felice”, “froh”, “frohlich”, “good”, dll. Jadi mengucap selamat berarti menunjukkan turut berbahagia.

Akan tetapi kadang ucapan selamat juga bisa dipolitisasi. Entah untuk apa. Yang jelas manusia senang mempengaruhi sesamanya untuk mengikuti kemauannya, makanya ada politik. Ucapan selamat hari raya keagamaan jadi tema yang perlu dibahas apakah ia layak atau tidak diucapkan. Berhubung judul posting ini  “Ucapan Selamat Natal”, aku ingin bercerita mengenai sedikit kegaduhan yang melewati kuping kiriku dan kananku.

***

Sebagai seorang Katolik, aku tidak mengucapkan “Selamat Natal” sebelum tanggal 25 Desember. Kecuali aku sudah merayakan Misa Malam Natal 24 Desember. Empat minggu sebelum 24 Desember, bagiku adalah masa Advent. Makanya orang Katolik merayakan Natal bersama hanya pada masa-masa 12 hari Natal, yaitu dari 25 Desember s.d. 5 Januari.

Bagaimana kalau ada yang mengucap selamat natal sebelum 24 Desember?
Aku punya banyak pilihan untuk menjawabnya. Kalau jadi asshole atau Arschloch, aku bisa saja menjawab dengan ketus “Sekarang belum Natal!”. Lalu dengan penuh napsu, berharap ideologiku mengenai Natal menjadi keyakinan yang dominan. Tapi aku memilih untuk berkata “Terima kasih!”, tanpa ada ucapan selamat Natal dariku.

***

Suatu hari, aku juga mendapat pesan elektronik berisi keluhan sok heboh, mengenai bahwa ucapan “Merry Christmas” akan diganti dengan “Season’s Greeting”. Orang Kristen yang paranoid mengatakan bahwa itu gejala sekulerisasi dengan paksaan. Aku tak tahu mau bicara apa. Yang kutahu, bahwa tidak semua orang beragama Kristen, dan bagi mereka liburan akhir Desember dan tahun baru itu bukan perayaan Natal. Ucapan yang cocok untuk mereka yang bukan Kristen adalah “Happy Holiday” atau “Season’s Greeting”. Itu adalah hal yang normal. Namun sejumlah orang Kristen merasa mereka perlu mendominasi kebudayaan bahwa akhir Desember itu harus mengucap “Merry Christmas” atau “Selamat Natal”.

***

Di kala lain, ada juga pesan berulang mengenai fatwa MUI tentang larangan ucapan selamat Natal. Tentu saja, Hari Natal 25 Desember bukanlah perayaan agama Islam, jadi aku tidak memerlukan ucapan selamat Natal dari orang yang tidak merayakan. Kelahiran Nabi Isa sebetulnya ada juga dalam tradisi Islam, tapi kelahirannya tidak lazim diperingati dalam kalender internasional umum maupun kalender Hijriah. Ada yang menganggap ucapan selamat hari raya agama lain itu merusak akidah. Akan tetapi, sebagian kawanku yang muslim, memberiku ucapan selamat natal, bahkan ada pula yang pemilih PKS. Aku juga hanya bisa membalasnya dengan ucapan “Terima kasih!” dan “Selamat liburan!”.

***

Sebetulnya kita bisa memilih ingin berkomunikasi seperti apa dengan orang lain. Apakah kita ingin memiliki “mutual respect” dengan sesama dengan memberi ucapan selamat dan menerimanya dengan ramah. Atau kita ingin mendominasi orang lain dengan keyakinan atau ideologi kita dan berharap mereka semua tunduk dengan kemauan kita. Tanpa politisasi yang berlebihan, aku memilih untuk menerima ucapan selamat Natal dengan “Terima kasih!” yang sederhana.

Berhubung aku menulis ini sebelum aku pergi Misa Natal, jadi ucapan Selamat Natal akan kuucapkan besok saja. Mari kita nonton video dari JP Sears tentang ucapan selamat Natal di facebook atau di youtube berikut.

Selamat berucap!
“Keberanian adalah pelaksanaan kata-kata.” (W.S. Rendra)

Bremen, 24 Desember 2016

iscab.saptocondro

iscablog, euy — http://iscab.blogspot.com/2016/12/ucapan-selamat-natal.html
posted on December 24, 2016 at 06:45PM in the year of Chinese Yang Red Fire Monkey and Javanese Lalana / Je.

Hari ini hari ketujuh Natal dan aku baru sempat menuliskan posting Natal. Nanti akan berganti tahun dan besok akan ganti tanggalan. Semoga aku menjadi manusia baru, tanpa resolusi tahun baru yang tidak kulaksanakan. Oleh karena itu kuucapkan:

Selamat Natal dan Tahun Baru!
Frohe Weihnachten und Guten Rutsch ins neue Jahr!
Feliz Navidad, próspero año y felicidad!
Merry Christmas and Happy New Year!

***

Seperti biasa, aku berkomitmen menulis pesan Natal setiap tahun. Tahun ini, aku ingin bersyukur karena bisa mengalami undangan kumpul-kumpul Natal di berbagai lokasi di Oldenburg dan Bremen. Ada lingkar sosial baru di Oldenburg yang mengajakku bernatalan bersama.

Di Oldenburg, seperti biasa, aku menghadiri Weihnachtsfeier (makan-makan Natal), bersama rekan kerja di TGM Jade Hochschule Oldenburg (baca Catatan Doktoral Berdarah, 11 Desember 2015). Seperti biasa, kami pergi ke Lamberti Markt di pusat kota untuk meminum satu atau dua gelas Glühwein. Kemudian kami pergi menuju tempat makan. Ada dekan yang membaca puisi. Obrolan di meja makan adalah seputar Star Wars. Saat itu, ada premiere Star Wars: The Force Awakens di Bremen dan aku pulang “nebeng” kawan yang ingin nonton ini.

Demi acara di atas, aku tidak mengikuti cemilan Natal bersama rekan kursus Bahasa Spanyol. Aku harus memilih undangan mana yang perlu kuikuti. Kuhadiri yang aku sudah daftar duluan.

Kuikuti pula Weihnachtsfeier bersama international PhD student Uni Oldenburg, dan ternyata aku makan menu yang sama dengan Natal tahun sebelumnya (baca Catatan Doktoral Berdarah, 2 Desember 2015). Yang hadir 20 orang lebih. Sepertinya mahasiswa-mahasiswi doktoral semakin banyak. Dalam galau, aku tak tahu apakah ini makan-makan Natal terakhir bersama kawan-kawan ini. Tahun 2016, aku masih belum tahu bagaimana keberlangsungan studi doktoral yang kudalami.

Karena aku telah mendaftar Weihnachtsessen (makan-makan Natal) bersama KHG Oldenburg, aku menghadiri acara ini. Gedungnya sudah selesai direnovasi, jadinya aku salah masuk gedung. Aku kira acara masih di asrama mahasiswa, seperti masa-masa renovasi, ternyata sudah kembali ke gedung KHG. Obrolan Natal seputar jokes-jokes tentang gereja Katolik. Ada hal yang menarik pada suatu obrolan tentang Trinitas, yaitu konsep trinitas ini adalah suatu doktrin Gereja, bukan sesuatu yang perlu dimengerti. Jadi sebagai orang Kristen, cukup menerima doktrin ini, tanpa perlu tahu bagaimana dan mengapa. Nasihat yang cocok buatku yang kritis. Aku betul-betul tak mengerti konsep Trinitas: Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Namun aku tetap hadir ke Gereja Katolik dan gereja-gereja lainnya yang menggunakan doktrin ini. Aku cukup puas dengan spiritualisme Kristen tanpa perlu mengerti doktrin-doktrin rumit yang kalau semakin dipikirkan malah bikin meragukan agamaku. Oh, ya, jokes saat itu adalah “bagaimana bentuk rahim Roh Kudus?” atau “bagaimana bentuk uterus Roh Kudus?”.

Tahun ini, untuk pertama kali, kuikuti Neuropsychologie Weihnachtfeier, bersama grup Pembimbing II. Sebelum acara ini, ada training di grup ini tentang cara membuat spatial filter. Jadi semua orang dari training, langsung pergi ke rumah Pembimbing II. Sedangkan aku sibuk mengopi data dari komputer Uni Bremen ke laptop pribadi. Kemudian aku belanja cemilan lalu pergi naik sepeda ke rumah tujuan. Ternyata aku tersesat. Ketika gelap, rumah-rumah di Oldenburg bentuknya mirip dan belokannya aneh. Akhirnya aku pun sampai juga ke sana. Suasananya hangat. Banyak mahasiswi thesis yang hadir. Juga mahasiswa-mahasiswi doktoral serta para peneliti post-doc, beserta keluarga mereka. Aku masih sungkan dan malu-malu dengan grup Pembimbing II. Aku belum begitu akrab. Obrolan di sana, seputar Star Wars, musik, dan keluarga.

Alasanku mengopi data tersebut ialah aku berencana selama liburan Natal dan Tahun Baru, aku bisa mengolah data di rumah. Tapi ternyata rencana tak kesampaian. Liburan hendaknya untuk berlibur. Aku hanya sempat mencoba sedikit script MATLAB, tapi akhirnya malah sibuk menonton Kartika Yudha (Star Wars), episode 1 s.d. 6., ditambah film-film 2015 yang tidak sempat kutonton di bioskop.

Aku juga mencoba mengikuti acara Weihnachtsbasteln (prakarya Natal), bersama PhD Student internasional Uni Oldenburg (baca Catatan Doktoral Berdarah, 2 Desember 2015). Tahun sebelumnya, aku tak mengikuti ini. Kali ini, aku ingin merasakan bagaimana membuat hiasan Natal dan membungkus kado. Berhubung aku tidak terlalu kreatif, aku hanya membuat satu hiasan botol dan satu kartu Natal. Sisanya aku mengobrol dan menjadi DJ untuk memilih musik Natal.

Ada beberapa kegiatan Natal di Oldenburg yang tidak kuikuti: Weihnachtsfeier bersama mahasiswa-mahasiswi TGM Jade HS Oldenburg, juga bersama mahasiswa/i Psikologi Uni Oldenburg, dan menghias pohon Natal bersama graduate school.

***

Di Bremen, seperti biasa aku mengikuti Natal bersama Perki Bremen (baca Catatan Doktoral Berdarah, 11 Desember 2015). Kebaktian yang aneh dan tidak terlalu cocok untukku. Aku mengharapkan Natal yang bersuasana kekeluargaan dan hangat seperti lagu Silent Night. Akan tetapi, pendeta yang hadir membawa kotbah yang lebih mirip propaganda dan penuh jargon, tapi tidak ada tuahnya. Mungkin hal ini cocok dengan umat di gereja mereka. Urutan lagu dalam ibadah juga terasa aneh. Tapi bisa dimaklumi, karena mungkin aku masih dalam suasana Advent sedangkan panitia sudah merasa Natal. Seorang Katolik tidak akan menyanyikan Gloria sebelum bayi Yesus lahir. Juga Silent Night dinyanyikan pada bagian akhir ibadah.

Usai ibadah, ada perayaan Natal berupa festival of light. Ruangan dibuat gelap dan ada permainan cahaya lampu, dalam teatrikal kelahiran bayi Yesus. Kemudian dilanjutkan dengan koor dan musik yang dibawakan oleh mereka yang sudah daftar.

Sebelum acara Natal bersama Perki Bremen, aku menonton paduan suara GCC Bremen (baca Catatan Doktoral Berdarah, 11 Desember 2015). Baru kali ini, aku mengikuti acara ini dari awal hingga akhir. Aku baru tahu kalau di awal acara ada kotbah. Aku merasa kalau ini fair. GCC butuh tempat acara menyanyi. Penyedia tempat ingin mendakwahi hadirin. Jadinya kepentingan keduanya bisa terlaksana dalam acara ini. Aku pun tertidur saat kotbah. Beberapa lagu dibawakan dengan cara yang kusuka, hingga cocok dengan kupingku. Ada satu lagu yang menggunakan kata “Ding Dong”, yang kurang mantap karena tidak sinkron antara penyanyi koor. Usai konser, ada makan-makan soto. Lumayan, aku dapat soto. Aku juga dapat undangan makan-makan Natal lagi.

Malam Natal, aku mengikuti Misa di St. Johann, Bremen. Kemudian aku mengikuti acara makan-makan Natal di Pfarrheim untuk pertama kali, selama di Bremen. Hadir beberapa orang tua di Bremen. Ada beberapa kursi kosong yang seharusnya untuk refugee/pengungsi. Akan tetapi, mereka pindah ke lokasi lain di Bremen. Hanya ada satu pengungsi dari Nigeria dan anaknya, yang bergabung di acara ini. Walau aku sudah menambah berkali-kali, tetap ada sisa makanan. Usai makan, ada nyanyi bersama di seputar pohon Natal.

//platform.twitter.com/widgets.js

Pulangnya gerimis. Aku pun teringat 20 tahun lalu, ketika aku menanti seorang wanita di bawah gerimis Natal. Wanita itu tidak datang. Yang hadir adalah seorang kawan dan dia memberiku kue untuk menghiburku. Kini aku terharu, karena aku bisa merasakan gerimis usai kebersamaan dengan kenalan baru di St. Johann. Rasa yang mirip ketika kawanku hadir menemaniku dan memberiku kue, 20 tahun yang lalu.

//platform.twitter.com/widgets.js

Hari Natal masih gerimis. Katanya Natal ini ada bulan purnama. Sayang sekali, aku tak bisa melihat purnama tersebut. Aku hanya melihat bulan tak purnama sempurna, hari sebelum dan sesudahnya.

Hari kedua Natal, aku mengikuti undangan makan-makan Natal bersama satu keluarga Indonesia, yang lokasi rumahnya serasa ujung dunia. Satu kelompok kecil mahasiswa hadir. Aku mudah mengobrol di grup kecil daripada besar. Aku banyak mendengar info mengenai beberapa kegiatan orang Indonesia tahun depan. Aku pun membawa pulang daging kalkun yang cukup banyak dan cukup untuk 5 hari.

***

Tiada pesan Natal yang bertuah di tahun ini. Aku hanya ingin bersyukur atas segenap kehangatan Natal bersama kenalan lama dan baru, baik di Bremen maupun Oldenburg. Dengan undangan yang ada, aku pun terlena dan terlupa untuk mengucap selamat Natal via telepon kepada kawan-kawan yang selalu dekat di hatiku. Aku pun hanya bisa memberi pesan singkat di grup Whatsapp, dan tiada kesan yang personal dan mendalam. Aku memohon ampun karena kurang menghayati Natal secara personal dengan kawan-kawanku. Mungkin aku keracunan deadline Desember dan kekuatiran akan pekerjaan tahun depan dan mungkin juga aku semakin egois dan ingin menyendiri supaya tidak terlalu banyak ditanya-tanya tentang status pekerjaan dan cinta.

Semoga kehangatan Natal bersama kawan-kawan juga bisa kurasakan bersama keluarga di tahun-tahun berikutnya.

***

Tulisan Natal yang lalu

Menghitung berapa Natal yang kulalui di Jerman.

***

Hari keempat Natal, akhirnya aku nonton Star Wars: The Force Awakens. Aku bertemu dengan satu profesor TGM Jade HS Oldenburg. Dia telah menonton versi bahasa Jerman dan kemudian nonton versi bahasa Inggris di waktu yang sama denganku. Kalau ada Ben Stiller, mungkin judul Star Wars bisa jadi Meet The Skywalkers. Konflik keluarga inilah yang menghiasi Kartika Yudha di galaksi nun jauh ini. Salah satu alasan aku lupa mengirim pesan Natal kepada kawan-kawan adalah maraton Star Wars episode 1 s.d. 6, demi persiapan nonton ke-7. Maafkan aku kawan-kawan, semua!

May The Force be with you!
Selamat Natal dan Tahun Baru!

Bremen, 31 Desember 2015

iscab.saptocondro

Sapto Condro bernyanyi bersama semilir angin Sachsen Hilir — http://saptoconiedersachsen.blogspot.com/2015/12/selamat-natal-2015-dan-tahun-baru-2016.html
posted on December 31, 2015 at 04:47PM in the year of Chinese Yin Wooden Goat and Javanese Anama / Jimawal.

Selamat Natal 2014 – Don’t Shoot!

Hari ini Natal Hari kedua dan aku lupa lagu “Twelve Days of Christmas”. Pada lagu tersebut, ada penjelasan 12 hari Natal itu apa saja, dari tanggal 25 Desember hingga 5 Januari. Bulan Desember ini, aku merasakan jadi panitia Natal Perki Bremen, seperti yang telah kuceritakan pada Catatan Berdarah Mahasiswa Doktoral, 10 Desember 2014. Natal Perki Bremen diadakan pada bulan purnama, saat Sabtu 6 Desember 2014. Bagai pungguk yang merindukan bulan, purnama selalu punya nuansa mistis romantis. Walau aku tak merenungkan apa beda purnama di Jakarta dan New York, namun aku bertanya-tanya apa beda purnama di Bandung dan Bremen. Pertanyaan ini tidak kusimpan dalam hati, melainkan kutanyakan pada mantanku di Bandung.

Selain acara Natal Oikoumene bersama Perki Bremen, aku juga merasakan Weihnachtsfeier atau lebih tepatnya Weihnachtsessen (Makan-makan Natal) di Oldenburg. Acara Weihnachtsessen pertama adalah Rabu 3 Desember 2014, bersama mahasiswa-mahasiswi doktoral. Aku sudah lama tidak gabung acara bareng PhD student di Oldenburg dan tidak kenal pendamping baru acara kumpul-kumpul PhD. Jadi aku ikuti acara Natal ini. Aku menikmati acara makan-makan gratis ini. Setelah acara ini, terbentuklah grup Whatsapp PhD.

Acara Weihnachtsessen kedua adalah Jumat 12 Desember 2014, bersama rekan kantor Jade HS Oldenburg. Seperti biasa, kami berjalan ke pasar Natal yang bernama Lamberti-Markt Oldenburg. Kami minum Glühwein dan kemudian pergi makan-makan ke restoran. Kali ini, restorannya bertema Bavaria (Bayerisch). Aku pun terkenang masa-masa tinggal di Nürnberg, Bayern, dulu. Berhubung minuman pertama itu gratis untukku (karena dibayari oleh kantor) dan aku tidak mau rugi, aku pun membeli 1 Maß bir Bavaria (1 Maß = 1 liter). Aku pun menikmati makanan all-you-can-eat dari buffet. Seperti pepatah Jawa, “mangan ora mangan sing penting ngumpul”, orang Jerman punya filosofi “Gemütlichkeit”. Aku kekenyangan dan sepertinya bakal muntah karena over-eating dan over-drinking. Tapi jalan kaki dari restoran ke stasiun meredakan rasa ini.

Akhirnya, pada malam Natal, aku mengikuti misa Heiliger Abend di gereja St. Johann, Bremen. Langit cerah tidak gerimis maupun badai. Angin dingin pun mengalun gemulai bagaikan ksatria berpedang yang kadang menusuk tubuh dan kadang mengiris leher. Dalam gereja begitu hangat, karena sesak oleh pengunjung. Gereja St. Johann berada di pusat kota, jadi sepertinya turis pun akan masuk ke gereja ini kalau ingin merayakan misa Katolik.

Entah kenapa, Natal tahun ini, aku merasa kesepian. Apakah ini karena dinginnya udara? Apakah ini karena aku sudah tak tahu apa peranku dalam kehidupan sosial di Bremen. Kawan-kawan mainku di Bremen dulu telah berpindah kota atau negara. Yang masih ada di Bremen, sedang menikmati kehangatan bersama keluarga masing-masing. Aku merenungkan bahwa semenjak lulus master dan merasakan kerja di Jerman, aku mengalami peningkatan kemampuan bahasa pemrograman namun mengalami penurunan kemampuan bahasa manusia. Aku sudah tidak bisa berkomunikasi dengan orang lain dengan baik. Aku merasakan ada bagian diriku yang tercuri oleh kejamnya sistem kapitalisme dalam industri Jerman.

Seperti Natal 2013, pada Natal 2014 ini, aku datang tidak diundang pada acara bersama muda-mudi Katolik di Bremen, yang kutemui usai misa di St. Johann. Alasannya adalah aku lagi tidak mau kesepian dan entah kenapa masa-masa ini aku lagi tertarik dengan berita bunuh diri dan tulisan tentang cara-cara bunuh diri. Jadi aku mengambil resiko datang ke acara yang aku tak diundang. Aku membawa sekantong jeruk supaya tanganku tidak hampa. Untung, aku diizinkan masuk. Aku mendengarkan obrolan kawan-kawan. Rasa kesepianku lumayan terobati.

Aku juga merenungkan bahwa banyak hal dari diriku yang harus kuperbaiki tahun 2015, supaya aku bisa bergaul bareng kawan-kawan yang muda-mudi ini. Berat juga harus bergaul bersama orang yang umurnya lebih muda 10 tahun dariku. Namun kaum muda seperti inilah yang memberiku lingkaran penting bagi dunia perjodohanku. Wanita seumuranku sih sudah berkeluarga dan untuk menjadi jodohku, dia harus jadi janda dulu atau kurebut dari suami orang dulu.

***

Kotbah pada Misa Malam Natal 2014 di St. Johann berisi “Don’t Shoot”. Kata-kata ini diambil dari “Christmas Truce” atau “Weihnachtsfrieden”, 100 tahun lalu, ketika Perang Dunia I (wiki: en,de,id). Ketika itu, pada Malam Natal 1914, tentara Inggris dan Jerman di Front Barat melakukan gencatan senjata. Mereka pun bertukar suvenir dan makanan. Saat itulah, Damai Natal menjadi begitu bermakna bagi orang Eropa.

Sementara itu, di Amerika Serikat, di bulan Desember, ada beberapa demonstrasi bertema “Hands Up! Don’t Shoot!” (fb, wiki: en). Demo ini dilakukan untuk memperingati kasus penembakan oleh polisi, yang memakan korban pemuda kulit hitam tak bersenjata. Di Ferguson, Missouri, Amerika Serikat, seorang polisi kulit putih bernama Darren Wilson berkali-kali menembaki seorang pemuda kulit hitam yang tak bersenjata bernama Michael Brown (wiki: en,de). Kemudian terjadilah demonstrasi besar-besaran di Ferguson pada bulan Agustus 2014 (wiki: en). Sebagian demonstrasi damai dan sebagian lain tidak. Kritik media Amerika Serikat terdapat pada militerisasi polisi. Polisi menggunakan gas air mata dan menggunakan sniper yang diarahkan kepada demonstran dan wartawan. Pada akhir bulan November, polisi yang menembak dinyatakan tidak bersalah oleh juri. Hal ini menimbulkan demonstrasi di lebih dari 100 kota di Amerika Serikat dengan tema “Hands Up! Don’t Shoot!”. Di New York, sebagian demonstran ingin memadamkan lampu pohon Natal di Rockefeller Center.

Jadi apa beda pohon Natal di Jakarta dan New York?

Tidak ada perdamaian tanpa keadilan, kata banyak orang dari zaman dahulu hingga kini. Gereja Katolik Roma pun memberikan pesan perdamaiannya tentang hubungan antara perdamaian dan keadilan, dengan Pesan Paus Yohanes Paulus II tanggal 1 Januari 2002 pada perayaan World Day of Peace “No peace without justice. No justice without forgiveness.” dan dengan “Gaudium et Spes” hasil Konsili Vatikan II, tahun 1965. Jadi damai Natal menjadi relevan ketika seseorang turut proaktif dalam perjuangan manusia untuk mencari keadilan.

Aku pun teringat bahwa segenap perjuangan politik yang kulakukan secara sederhana di tahun 2014 ini berdasarkan solidaritasku untuk mereka yang mencari keadilan ketika hak asasi mereka sebagai manusia terinjak-injak di tahun 1965, 1998, dll, bahkan tahun ini di Papua. Walau perjuangan ini tak sempurna di tahun ini, aku yakin bahwa perjuangan melawan angkara murka akan menemukan caranya sendiri untuk bertahan.

Semoga damai Natal beserta kita!
Teruskan perjuangan melawan ketidakadilan!
Darah Juang!

***

Tulisan Natal yang lalu

Menghitung berapa Natal yang kulalui di Jerman.

***

Wilujeung Natal!
Sugeng Natal!
Rahajeng Natal!

Frohe Weihnachten!
Merry Christmas!
Eid Milad Majid!

Bremen, 26 Desember 2014

iscab.saptocondro

Sapto Condro Serius — http://saptocondro.blogspot.com/2014/12/selamat-natal-2014.html

Sekarang hari keenam Natal 2013. Seharusnya kuucapkan Selamat Natal di hari pertama Natal atau malam Natal. Akan tetapi ada beberapa undangan asyik yang kuterima di kota Bremen ini. Aku tidak memiliki pesan Natal untuk tahun ini. Yang kumiliki hanyalah kenangan.

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, aku tak mau berpesan Natal.

Kini aku ingin mengenang suatu hari Natal di tahun 1995, yaitu 18 tahun lalu. Saat itu hujan rintik-rintik, seusai Misa Natal di sekolahku. Aku menunggu seorang wanita. Dia tidak datang. Aku pun tertunduk sedih sembari membiarkan tubuhku terpercik air yang turun dari langit.

Bandung di bulan Desember memiliki udara yang dingin. Kubiarkan udara malam kota Bandung yang romantis memeluk diriku yang sepi dan ditinggalkan. Kemanakah ia? Mengapa tahun itu belum ada telpon genggam? Mengapa tiada smartphone dengan aplikasi pesan teks saat itu?

Oh, Bandung, mengapa engkau merangkulku dengan udaramu? Mengapa bukan wanita itu yang mendekapku mesra? Oh, hujan rintik-rintik, mengapa dikau yang menyentuh kulitku saat itu? Mengapa bukan wanita itu yang mencubitku mesra? Aku ingin ia mencubit, memeluk, dan mencium, sehingga lagu Gombloh “Kugadaikan Cintaku” bisa terasa lebih bermakna.

Kawanku datang mendekatiku. Ia memandang diriku yang sedang muram. Kawanku hanya berkata bahwa dia memiliki kue tart di hari Natal. Dia bertanya untuk menawari tart itu. Aku tersenyum dan berkomentar mengenai ukuran kue tersebut yang sebesar patung Gaban di Dufan zaman dahulu. Dia bilang kalau kue ini untuk diriku dan keluargaku. Tanpa tanya mengapa aku sedikit sedih, kawanku memberi gesture yang menghiburku. Aku pun kembali tersenyum, walau hati masih pedih dan penasaran.

Semenjak itu, aku dirundung duka 7 tahun dalam kegelapan. Api yang berkobar dalam jiwaku menjadi hitam dan hanya tersisa sedikit bara. Aku kehilangan cahayaku. Namun aku tidak sendirian, kawan-kawan selalu ada yang bisa menemaniku. Aku tetap bersyukur atas kegelapan ini karena aku bisa mengerti apa itu terang.

Hingga kini aku mencari serpihan terang diriku untuk membangun Condro yang baru. Pembaharuan diriku adalah suatu proses yang takkan berakhir. Aku yakin aku akan mengumpulkan segenap terang yang kubutuhkan. Aku akan menyinari dunia dengan gelora semangatku.

***

Lagu Kahitna “Setahun Kemarin” menggambarkan segenap penantianku di Natal tahun 1995 itu. Entah berapa lama, satu jam menanti, kutermenung.  Kencan pertama hilang tak bertepi di anganku. Melangkah pergi berteman sepi, berbayang teduh matamu.

Yang menarik dari video klip Kahitna “Setahun Kemarin” adalah Vonny Cornelia (wiki: id). Daripada menanti wanita itu, lebih baik aku mencari yang “Bening” kaya Vonny Cornelia aja deh.

Waktu telah berlalu. Entah kemana wanita itu. Dia tidak ada di Facebook, dan social media lainnya. Mungkin dia pergi ke suatu rimba. Jadi lebih baik kudengarkan lagu “Gereja Tua” dari Panjaitan Bersaudara (Panbers).

Kuhanya ingin dapat bertemu. Bila bertemu, puaslah hatiku. Itu kata Panbers.

***

OK, tahun 2014 adalah saatnya aku mencari terangku. Aku bermeditasi untuk merenungi masa-masa terbaikku (1993,1994, 1997-1999, 2003-2006). Apa yang membuatku menjadi penuh gairah di tahun-tahun itu. Aku memiliki semangat besar dalam hidup. Aku mencari Condro muda yang tenggelam dalam jiwaku yang terdalam karena terkubur oleh Condro tua. Aku ingin membangkitkan Condro muda yang membawa api yang bergelora membawa terang dan hangat bagi diriku dan sesamaku.

“Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapakah Aku harapkan, api itu menyala!” Lukas 12:49.

Aku menyambut tahun 2014 dengan penuh semangat. Aku akan mencari terangku dalam setiap pekerjaanku, yaitu sebagai mahasiswa doktoral. Akan kucari cahaya itu, dalam segenap penitian karirku sebagai seorang pekerja sains. Akan kucari gelora api itu dalam seluruh perjuanganku dalam bercinta. Aku akan menemukan terang Condro yang baru dalam segenap jejaring perkawanan yang hangat.

***

Frohe Weihnachten und Guten Rutsch ins neue Jahr!
Selamat Natal dan Tahun Baru!

Bremen, 30 Desember 2013

iscab.saptocondro

via Cinta Sapto Condro http://cintascondro.blogspot.com/2013/12/selamat-natal-2013.html

Sekarang hari kedua Natal, yaitu 26 Desember 2012. Ini Natal ketujuh di Jerman. Kali ini kunikmati malam Natal bersama keluarga Rayendra di Bremen, dilengkapi oleh Ibu Polwan dan Hesti. Lalu kujalani hari pertama dan kedua Natal dalam kesendirian dan perenungan. Aku beryukur atas kembalinya aku ke Bremen dan atas pekerjaan baruku. Frohe Weihnachten, euy!

Tahun lalu, kurayakan Natal di Nürnberg bersama kawan-kawan baru. Hari itu kupakai beryukur atas pekerjaan pertama di Jerman sebagai tukang insinyur. Waktu itu, kusangka aku akan tinggal lama di Bayern dan bekerja di sana. Tapi ternyata takdir mengirim surat kepada kosmos sehingga secara kosmologi aku tak cocok tinggal di sana dan kini kembali ke Bremen. Entah sampai berapa lama, tapi kujalani hidup ini secara Carpe Diem aja deh. Merry Christmas, euy!

Dua tahun lalu, kurayakan Natal di Bremen, dan aku tak punya ingatan apa yang terjadi hari itu. Tidak kutorehkan sesuatu tentang Natal di blogku. Yang kurasakan saat itu, hanyalah gabungan eforia lulus kuliah Master dan kegalauan seorang pemuda pengangguran yang hidup dalam ketidakpastian mengenai masa depannya. Namun mimpi Eropaku saat itu tidak pernah padam. Selamat Natal, euy!

Tiga tahun lalu, kuterima banyak ucapan Selamat Natal dari orang-orang yang tidak kukenal (dekat). Tahun ini kupuas karena yang memberi pesan Natal kepadaku hanya mereka yang dekat di hatiku saja. Memiliki 2000 kenalan Facebook dan lebih dari 200 kawan di address book telponku tidak memungkinkan aku memberikan pesan Natal yang personal. Kalaupun personal, sebagian dari mereka bakal mem-forward pesanku sehingga tidak menjadi personal. Kugabungkan saja pesan Natalku di blog tiga tahun lalu. Aku bersyukur memiliki kenalan di dunia nyata dan maya, jauh maupun dekat, baik jarak di hati maupun jarak geografis. Sugeng Natal, euy!

Tiga tahun lalu, kurayakan Natal sebagai manusia yang patah hati. Tahun tersebut aku kehilangan pekerjaan dan cinta seorang perempuan. Di satu sisi, aku sudah bukan burung dalam sangkar lagi. Di sisi lain, aku adalah Rajawali Sakti yang bisa merentangkan sayapnya lebar dan terbang tinggi serta jauh menjelahi angkasa. Namun burung yang terbang tinggi adalah burung yang menjejakkan kakinya terlebih dahulu pada sesuatu yang kokoh. Aku belum punya pijakan yang kokoh saat itu. Aku harus membangun rasa percaya diriku yang hancur sebelum terbang tinggi menggapai mimpi. Wilujeung Natal, euy!

Aku teringat cintanya yang selalu memberiku hidup. Tapi cinta seperti ini tidak sehat. Hidup harus bisa bangkit dari diriku sendiri dan memancar bagi manusia di sekitarku. Aku pun belajar supaya menjadi mandiri dalam menjadi manusia berbahagia. Kalau tidak bisa membangkitkan kebahagiaan dari dalam diri sendiri, aku takkan mungkin bisa membagi kebahagiaanku kepada sesama dan hanya akan menjadi benalu cinta bagi orang lain. Kini aku memiliki kendali atas emosi yang kumiliki. Namun aku yakin perjalanan cintaku belum berakhir. Feliz Navidad, euy!

Empat tahun lalu, kurayakan Natal ketiga di Bremen. Ingatan yang kumiliki hanyalah saat itu, aku memulai blogging menggunakan WordPress. Perasaan yang kuingat saat itu adalah aku dihinggapi kecemasan seorang mahasiswa yang tidak lulus-lulus. Selain itu, aku juga tak tahu apa tujuan hidupku saat itu. Aku dihadapkan pada suatu dilema apakah aku sebaiknya mennyelesaikan kuliahku dengan cara DO alias batal atau dengan cara lulus hingga akhir. Masing-masing memiliki konsekuensinya. Kini aku bersyukur atas pilihanku sehingga memiliki jalan hidup seperti hari ini. Joyeux Noel, euy!

Lima tahun lalu, kurayakan Natal kedua di Bremen. Saat itu kurayakan pesta lintas agama dan lintas budaya. Sepulangnya kutuliskan pesan Natalku tentang Indonesia. Aku bersyukur bisa punya pengalaman lugu dan naif di Jerman saat itu. Wesolych Swiat, euy!

***

Buatku Natal tahun ini adalah perjalanan. Perjalanan Yosef dan Maria yang hamil tua menuju Yerusalem. Saat itu, mereka harus pergi ke sana untuk mengikuti sensus penduduk yang diselenggarakan Pemerintah Romawi. Mereka pun secara taat hukum kembali ke daerah asalnya. Walau hamil tua, perjalanan jauh harus diarungi oleh Bunda Maria.

Buatku Natal tahun ini adalah perjalanan. Perjalanan kaki petani Jambi sejauh 1000 km ke Jakarta menuntut hak-haknya yang dirampas perkebunan sawit. Perjalanan yang jauh dan penuh pengorbanan. Ada yang tertabrak motor maupun truk.

Buatku Natal tahun ini adalah perjalanan. Perjalanan umat gereja HKBP Filadelfia di Bekasi menuju Gerejanya untuk merayakan Natal. Perjalanan yang penuh darah dan air mata. 

Buatku Natal tahun ini adalah perjalanan. Perjalanan seorang anak manusia mencari jati diri, merantau ke Jerman menggapai mimpi. Segenap kesukaran harus dilalui karena perjalanan spiritual adalah suatu yang harus dihadapi oleh setiap manusia yang ingin dewasa dalam iman. 

Dalam suatu perjalanan, selalu ada pemberhentian.
Maria dan Yosef harus berhenti sejenak untuk mempersiapkan kelahiran bayi Yesus. Seorang yang kelak akan mengguncang dunia, baik dalam iman maupun dalam sejarah.
Petani Jambi harus berhenti sejenak dan menggalang massa di tempat pemberhentiannya. Mereka harus mempersiapkan kelahiran suatu semangat perubahan. Perubahan yang mengguncang dunia.
Aku harus berhenti sejenak untuk mempersiapkan kelahiran semangatku. Semangat yang bergelora menghadapi tahun 2013 dengan pekerjaan baru beserta segenap tantangannya. Semangat untuk menyambut setiap kesempatan yang ada.

Kisah Natal adalah suatu penolakan terhadap keangkuhan suatu kekuasaan. Maria dan Yosef harus menghadapi keangkuhan orang-orang yang menolak mereka untuk menginap sementara ketika Maria ingin melahirkan. Keangkuhan Herodes, raja Israel saat itu juga yang mengancam nyawa bayi Yesus. Namun kerendahan hati dari tiga Majus dari Timur dan gembala-gembala sekitar Betlehem yang diterima oleh Maria dan Yosef.

Kisah Natal adalah suatu penolakan terhadap keangkuhan suatu kekuasaan. Petani Jambi dan perwakilan suku anak dalam yang tanahnya dirampas harus berhadapan dengan kekuasaan. Sebagian dari mereka tidak ditanggapi oleh Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan dengan angkuhnya. Sang Menteri lebih memilih menari Gangnam Style daripada mendengarkan keluhan rakyat petani. 

Kisah Natal adalah suatu penolakan terhadap keangkuhan suatu kekuasaan. Polisi dan militer menghalangi umat gereja HKBP Filadelfia yang ingin beribadah di Gerejanya. Mereka membiarkan FPI melempari umat HKBP dengan air kotor dan sampah. Negara kehilangan fungsinya dalam melindungi warga negaranya. Negara hanya menjadi simbol keangkuhan suatu pihak yang menindas pihak lainnya.

Kisah Natal adalah suatu penolakan terhadap keangkuhan suatu kekuasaan. Di hari Natal ini, segenap keangkuhan yang kumiliki menjadi hilang maknanya. Segenap identitas yang membanggakan seperti titel sarjana dari perguruan tinggi itu maupun titel master lulusan negara anu tidak memiliki makna. Senyum manis dan otak cemerlang yang kumiliki bisa membuatku mempengaruhi orang lain. Namun kekuasaan ini tak ada maknanya di hari Natal ini. Aku ingin merenung dalam kesunyian jiwaku di Natal ini dan lepas dari hingar-bingar kekuasaan.

***

Selamat Natal & Tahun Baru! 

Bremen, 26 Desember 2012

iscab.saptocondro  

Dulu tahun 2007, aku membuat tulisan panjang tentang Natal (dan tidak terlalu penting). Tulisannya sudah dipindah ke sini. Sekarang tahun 2009, aku buat tulisan lain tentang Natal. Kuucapkan selamat untuk kawan-kawan berbagai bangsa.

Let me give you a Christmas greeting in your language!

***

Selamat Natal! (Indonesia)

Sugeng Natal! (Jawa)

Wilujeung Natal! (Sunda)

Rahajeng Natal! (Bali)

Merry Christmas! (Inggris)

Fröhe Weihnachten! (Jerman)

Buon Natal! (Italia)

Feliz Navidad! (Spanyol & beberapa Amerika Latin)

Joyeux Noel! (Perancis)

Wesolych Swiat Bozego Narodzenia! (Polandia)

Prejeme Vam Vesele Vanoce! (Ceko)

Kala Christouyenna! (Yunani)

Glædelig Jul! (Norwegia & Denmark)

Čestita Koleda! (Bulgaria)

Heughliche Winachten! (Niedersachsen)

Bon Nadal! (Catalan)

Chung Mung Giang Sinh! (Vietnam)

***

Sorry, If I forget to give you christmas greeting in your language.