Skip navigation

Category Archives: gaptek

Koneksi adalah suatu hal penting.

Bremen, 25 Oktober 2016

iscab.saptocondro

Aku lagi belajar instagram: cara melekat (embedding). Semoga sukses.

Bremen, 25 Oktober 2016

iscab.saptocondro

 

Otomatisasi adalah satu hal yang bikin penasaran. Hari ini, aku kecewa karena aku terkunci di luar oleh sistem otomatis. Namun aku juga penasaran dengan otomatisasi posting blog, tweet, link, dan seputarnya.

Ketika otomatisasi merugikan, rasanya benci setengah mati setengah hidup. Mengapa sistem otomatis ini tidak fleksibel? Tidakkah ada alternatif? Bagaimana memperbaikinya? Bagaimana mitigasi bencana? Bagaimana mengatasi kegagalan?

Ketika otomasi menguntungkan, aku tiba-tiba penuh decak kekaguman tanpa perlu menari kecak di atas becak. Wah, betul-betul canggih sistem ini! Tapi sebagai lulusan jurusan otomasi (Automation Engineering), tetap saja ada rasa penasaran. Bisakah sistem yang otomatis ini dibuat lebih canggih lagi, namun dapat digunakan secara sederhana?

Sebagai seorang ulama al handasah (pakar teknik), aku menganggap tidak ada sistem yang sempurna. Kesempurnaan menghilangkan ruang untuk perbaikan dan membunuh kreativitas. Ulama al handasah punya prinsip “Not perfect is good“, karena Sempurna itu milik Andra & The Backbone yang diwariskan kepada Gita Gutawa.  Akibat ketidaksempurnaan ini, secanggih-canggihnya sistem otomatis, masih ada pekerjaan engineer memperbaiki sistem ini.

Perjuangan mengotomatisasi belum berakhir.

 

Bremen, 16 Maret 2013

iscab.saptocondro

Hari ini, aku mencoba menulis posting cinta menggunakan IFTTT.
Aliran cintanya seperti ini, dari Cinta Sapto Condro, akan auto-posting ke wacana iscab.

Hasilnya tidak sesuai dengan keinginanku. Youtube cintaku ditolak oleh wordpress. Memang cinta tidak bisa auto-posting secara gaptek.

Semenjak auto-posting indah Posterous gagal, aku mencoba layanan lain, yaitu IFTTT (if this then that). Layanan ini memang tidak semantap Posterous dalam menyimpan aturan auto-posting yang bisa multi aturan “if this then those”. Tapi aku harus hidup dengan cara blogging yang baru. Pada IFTTT, aturannya hanya “if this then that”.

Pada IFTTT yang kucoba barusan, “this” adalah blogger dan “that” adalah wordpress. Kekurangan IFTTT daripada Posterous adalah hanya satu blog pada blogger yang bisa kupakai, juga hanya satu blog pada wordpress. Jadi auto-posting harus agak diutak-atik secara manual.

Karena kegagalan embed Youtube, pada wordpress tadi, kini kucoba membalikkan “this” dan “that” pada IFTTT. Entah hasilnya akan seperti apa, tapi kuyakin sampai di sana (album Susilo Bambang Yudhoyono, ketiga?). Oleh karena itu, ada lagu dari Saykoji buat mereka yang suka online membaca posting tidak penting.

***

Alasan aku pindah dari Posterous ke IFTTT adalah Posterous akan tutup. Twitter membelinya untuk dibunuh. Kisah Posterous yang akan tewas oleh burung galak sudah kuceritakan dulu.

Bremen, 2 Maret 2013

iscab.saptocondro

Posterous is dead.

Hari ini, kumelihat Posterous. Ada tulisan “Posterous is closing down on April 30, 2013”. Ini akibat terbunuh oleh burung yang galak. Burung ini bukan Angry Bird, melainkan Twitter.

Tahun 2011 dan 2012, aku mencoba Posterous untuk membuat tulisan yang ganda di blog-blogku di Blogspot dan WordPress. Posting terjadi sesuai kehendakku dengan optimal. Aku bisa membagi posting dengan asyik. Juga ke akun kicauan burungku.

Sejak 12 Maret 2012, Twitter mengakuisisi Posterous. Lalu terjadilah keanehan. Posting tidak bisa terbagi secara otomatis dengan apik. Ini mengingatkanku akan tulisan Pak Budi Rahardjo: “Dibeli untuk dimatikan?“. Beberapa perusahaan dibeli perusahaan yang lebih besar untuk dimatikan.

Kini caraku membuat posting blog harus kembali seperti dahulu. Tidak ada lagi auto-posting. Semua harus kulakukan secara manual. Kalau ingin auto-posting mungkin aku butuh waktu bulanan untuk mengembangkan aplikasi sendiri.

Belajar web programming buatku yang gaptek ini kaga gampang, lho. Aku kan harus kerja 40-60 jam seminggu demi sesuap nasi dan sepetak tanah serta selembar pakaian, yang termultiplikasi oleh koefisien anti-majas.

Belajar programming yang kaga ada urusannya sama kegiatan “mencangkul” itu butuh waktu luang. Padahal waktu yang terbatas ini juga kupakai untuk kegiatan jalan-jalan dan mencari jodoh.

Sebenarnya bisa aja aku melakukan semi-auto-posting menggunakan email. Atau kupakai IFTTT (if this then that), untuk pengganti auto-posting Posterous. Tapi ada beberapa hal yang harus kusesuaikan dulu, terutama masalah link yang keluar dan penampilan akhir. Kemungkinan IFTTT dibantai oleh perusahaan lain yang lebih besar tetap ada.

Apapun yang terjadi, aku harus membiasakan diri dengan teknologi yang ada. Aku akan tetap menulis karena aku terlahir untuk berbagi. Itulah Dharmaku yang tak bisa kutentang. Sampai jumpa di tulisan berikutnya.

 

Bremen, 26 Februari 2012

iscab.saptocondro

P.S. Gambar-gambar di blogku kemungkinan akan hilang seiring dengan kematian Posterous, pada Selasa Wage, 30 April 2013. 

2012, Nürnberg & Herzogenaurach 
Aku masih bingung memikirkan smartphone apa yang perlu kupakai: iPhone, Android, atau Blackberry. Aku suka Android karena aku pemuja Google. Aku suka desain Apple pada iPhone, tapi rata-rata keluarga dan teman-teman pakai Blackberry. Aku juga punya 2 nomor O2 dari Telefonica dan 1 nomor T-com. Mungkin beli ketiga perangkat dan celanaku bakal sobek kebanyakan gadget di kantong. Protokol yang kubutuhkan telpon flatrate, internet flatrate, pesan singkat flatrate, Google Maps, jadwal angkot, dan mp3 player serta kamera minimal 5 megapixel.
Aku juga sudah bergabung dengan banyak online social network, seperti bisa dilihat secara jeli di lapak milikku, dan masih memikirkan apakah aku perlu ikut Pinterest dan Quora.

2011, Nürnberg
Akhirnya aku punya internet sendiri berbasis DSL dari Telecom Jerman. Lengkap dengan WLAN Router. Aku bingung dengan 3 nomor telpon flatrate yang kumiliki. Aku hanya butuh satu dan jarang kupakai. Internet flatrate ini menarik, sayangnya saat ini tempat-tempat untuk mengunduh jahanam sering dijaga polisi Jerman. Jadinya internet rumah kencang tapi kaga pernah torrent dengan protokol P2P serasa tak berguna.

2011, Bremen
XDA Neo O2 milikku suka mati mendadak. Aku tidak bisa menggunakannya untuk telephone interview di masa-masa gawat dalam mencari kerja. Nokia 5110 milikku cuma tergeletak di rumah jadi weker. Aku hanya punya Nokia 6600 tanpa charger. 

2008, Bremen
OK, deh, aku gabung Facebook. Itu terjadi karena inilah jalur telekomunikasi para Erasmus Student. Undangan party dan jalan-jalan bisa kudapat di sini. Saat aku gabung, Facebook sangat lambat kalau buka profil orang yang kecanduan aplikasi. Kaga nyangka beberapa tahun kemudian, aku betul-betul mencintai Facebook. 

2008, Bremen.
Di musim panas, kantong celanaku bolong. Nokia 5110 jatuh dari kantong ke paha dan sesampainya di betis, aku sangka ada anjing yang menggigit kakiku. Aku refleks melakukan tendangan ala Tiger Wong “Hempasan Ekor Naga”. Aku pun melihat perangkat ini melayang di udara. Dia terhempas lebih dari 10 meter. Saat itulah aku sadar bahwa aku harus beli celana baru dan punya telpon genggam baru.

2007, Bremen
Aku ikut ujian Communication Network di Uni Bremen. Aku harus menjelaskan TCP/IP, DSL, WLAN, ATM, finite state machine, TDMA, FDMA, bla bla bla, dalam ujian lisan (oral exam alias mündliche Prüfung). Tidak dapat Excellent, tapi dapat Good.
Saat ini, 4G (LTE Advanced) dan 3.9G (LTE dan WiMax) masih jadi bahan riset. 

2006, Bremen 
Pertama kali kukenal XDA. Kata orang ini gabungan PDA dan telpon genggam. Protokol yang kumiliki telpon berbasis GSM, internet berbasis Wifi alias IEEE 802.11, pesan singkat berbasis SMS. Kameranya kurang asyik. Aku memilih kontrak O2 tidak flatrate. Akibatnya aku harus membayar harga yang sama untuk telpon 1 menit dan satu kali SMS. Aku jadi jarang SMS dan nelpon supaya tagihan bisa limit mendekati nol. 

2005, Semarang
Aku mendapatkan Nokia Telor Sejuta Umat alias Nokia 6600 dari sisa tanteku. Kata temanku, ini Nokia Bokép 3GP. Berbagai julukan diberikan kepada perangkat ini. Nokia saat itu adalah perangkat yang dicintai penggemar SMS. Tombolnya empuk. Hingga 2012 ini, aku masih pakai “telor” ini. Karena hanya dia yang reliable. Protokol yang kumiliki di alat ini adalah telpon, pesan singkat berbasis SMS, dan kamera yang tak berguna selain untuk hal-hal narsis dan voyeur.

2004, California
Facebook baru lahir. 

2004, Bandung
OK, deh, gua ikutan Friendster. Itu terjadi setelah teman dekatku mengajakku gabung. Itulah awal aku menggunakan online social network. Menambah dan mengurangi teman hanya bermodal klik jari pada perangkat elektronik.

2003, Bandung
Aku lulus kuliah di Bandung. Saat itu ubiquitous computing berbasis touchscreen adalah riset hangat di universitas dan lembaga penelitian di dunia. Hal inilah yang menjadi dasar smartphone dengan layar yang tinggal digesek dan disentuh di jaman sekarang. Kini hal seperti itu sudah kuno.

2001, Bandung
Aku ikut kuliah Jaringan Telekomunikasi oleh Pak Sigit Haryadi dan membeli buku kecil TCP/IP karangan Onno W. Purbo, et al. Aku juga ikut kuliah lain yang kulupa namanya yang berhubungan dengan komunikasi antar komputer. Nama dosen kulupa, tapi nama asisten dosen Tabratas Tharom takkan kulupa. Oh, ya, saat ini 3G dan 3.5G masih jadi bahan riset, belum masuk pasar.

2000, Bandung
Aku mendapatkan Nokia Sejuta Umat alias Nokia 5110 yang kuanggap sebagai istri pertamaku. Saat inilah, aku mulai menggunakan perangkat komunikasi nirkabel. Kini perangkat inilah yang kujadikan weker di Nürnberg. Dulu alat ini memiliki protokol telpon GSM dan pesan SMS. Kini hanya protokol weker aja yang kugunakan karena telpon ini rusak kutendang 10 meter di Bremen.

1998, California
Google baru lahir. 

1998, Bandung
Pesan yang ingin dikirim “Kita ketemu di lapangan tenis”.
Pesan yang diterima di pager si doi, “Kita ketemu di lapangan p*n*s”.
Mbak-mbak di call center lagi mikirin apaan, yah, kok huruf T bisa jadi P?
Saat itu, alat komunikasi yang lagi beken adalah pager. Aku harus mengontak call center untuk memberi pesan text kepada orang yang ingin dikirim. Biasanya aku mengontak bokap untuk pulang bareng dalam rangka menghemat biaya angkot pakai pager. Aku belum punya telpon genggam saat itu. Juga beberapa aktivis mahasiswa yang dulu berteriak “Turunkan Soeharto” menggunakan pager.

1998, Bandung
Pertama kali aku punya internet di rumah. Protokol favoritku adalah SMTP dan HTTP. Untuk mengirim email tentu saja aku pakai SMTP. Aku juga suka dengan milis. Internet dengan modem 56K yang harus memakai jalur telpon PSTN, itu super lambat. Surfing di Indonesia itu betul-betul perjuangan. Selain itu, biaya internet dihitung per menit. Inilah hal yang bikin malas menggunakan protokol IRC, alias chatting. Aku pernah mencoba chatting. Selain kaga mengerti bahasa chatting yang disingkat, aku juga tidak tahan dengan tagihan internet ditambah tagihan telpon bulan berikutnya.

1995, Bandung
Telpon umum kartu di SMA St. Angela adalah alat yang kupakai untuk menelpon dia. Kartunya tipis dan bisa mudah masuk kantung. Aku tak percaya kenapa telpon ini masih bisa dipakai di tahun itu. Biasanya sudah diganti dengan telpon kartu chip. Oh, ya, aku kursus Bahasa Inggris di St. Angela dan dia eh mereka yang ingin kutelpon bersekolah di SMA St. Maria dan SMA 5 (atau 3, yah?).

1992, Bandung
Ada alat apaan, nih, di rumah?
Oh, ternyata telpon. Saat itulah pertama kali keluargaku memiliki sambungan telpon. Aku tak percaya mulai saat itu aku bisa mengobrol dua arah secara berbarengan dengan orang lain nun jauh di sana.

1991, Bandung
“Break break”, “Kopi”, “Ganti”, “Kopi darat, yuk?”, “Pindah frekuensi, yuk?”
Istilah ini kukenal karena aku tak punya telpon. Baru setahun kemudian aku punya telpon. Saat inilah, kami berkomunikasi dengan gelombang radio. Komunikasi hanya bisa dilakukan secara searah pada waktu dan frekuensi yang sama. Jadi komunikasi dua arah harus dilakukan secara bergantian pada frekuensi yang sama. Kalau tidak, suara kresek-kresek yang keluar. Jadi kalau ingin berbicara harus cari frekuensi kosong, lalu mengobrol. Tanpa perangkat radio amatir ini, lagu “Bercinta di Udara” karangan Farid Harja kaga bakal didaur-ulang oleh Kasino dari Warkop DKI.

1988, Bandung
Nyokap pergi ke Telkom untuk mengirim telegram kepada bokap di Swiss. Juga terkadang, ada kiriman telegram bokap sampai kotak surat di rumah. Jaman ini, ketika cinta terpisah lautan dengan jarak seperempat keliling dunia, surat dan telegram adalah media komunikasi yang cukup aman di kantong. Telegram berbasis sinyal dengan kode morse. Sinyalnya fleksibel bisa lewat kabel maupun lewat udara dengan radio.

Tahun yang tak kuingat, Semarang
Ada telpon di rumah Eyang, dengan nomor yang diputar secara mekanik. Mereka berbicara dengan alat yang aneh itu. Saat itu aku bertanya-tanya kenapa rumahku di Bandung tak memiliki sambungan telpon.

1982, Amerika Serikat
Kelahiran internet.
(Maksudnya adalah kelahiran standar protokol TCP/IP yang menjadi cara supaya antar perangkat bisa terhubung dalam suatu jaringan. Protokol ini boleh dikatakan sebagai internet)

1980, Bandung
Hari kelahiranku. Aku lebih tua daripada internet, yah?

***

Untuk mengenang kisah cintaku dengan segenap perangkat dan protokol telekomunikasi, kupersembahkan link video “Bercinta di Udara” karangan Farid Harja, dinyanyikan oleh Kasino dari Warkop DKI dan kawan-kawan.

Nürnberg, 23 Juni 2012

iscab.saptocondro

 

Nyanyian kode adalah sesuatu hal yang didendangkan oleh programmer dalam kepalanya. Beberapa programmer bahkan pernah nonton film Source Code (2011, wiki: de,en, imdb:de,en) untuk memperoleh inspirasi. Berhubung aku gaptek, aku ingin mencoba posting source code. Entah, hasilnya bakal seperti apa.

</p>  <p>// my first program in C++</p>  <p>#include &lt;iostream&gt;</p>  <p>using namespace std;</p>  <p>int main ()<br />{<br />&nbsp; cout &lt;&lt; "Hello World!";<br />&nbsp; return 0;<br />}</p>  <p>

Salah satu programmer, lulusan Informatika ITB, seangkatan denganku, juga memposting source code di Youtube, dengan judul Nyanyian Kode. Silahkan lihat postingan video dari Yohanes Nugroho di bawah ini.

Tapi nyanyian kode di atas adalah parodi lagu Sukiyaki dari Kyu Sakamoto, oleh Kasino dari Warkop DKI (wiki:en,id). Bukan source code cpp buat bahasa pemrograman C++.

Perlu diingat bahwa C++ belum tentu berhubungan dengan pijat plus plus.

Nürnberg, 15 Juni 2012

iscab.saptocondro